Ilustrasi Etika Pemerintahan dan Pejabat Publik |
Oleh : Ari Krisdarmadi
Fisip - Untan 2016
A.
Pengertian Etika Pemerintahan
Ethical
Governance ( Etika Pemerintahan ) adalah ajaran untuk berperilaku yang baik dan
benar sesuai dengan nilai-nilai keutamaan yang berhubungan dengan hakikat
manusia. Dalam Ethical Governance ( Etika Pemerintahan ) terdapat juga masalah
kesusilaan dan kesopanan ini dalam aparat, aparatur, struktur dan
lembaganya. Etika pemerintahan tidak terlepas dari filsafat pemerintahan.
filsafat pemerintahan adalah prinsip pedoman dasar yang dijadikan sebagai
fondasi pembentukan dan perjalanan roda pemerintahan yang biasanya dinyatakan
pada pembukaan UUD negara.
Dalam
ilmu kaedah hukum (normwissenchaft atau sollenwissenschaft) menurut Hans
Kelsen yaitu menelaah hukum sebagai kaedah dengan dogmatik hukum dan
sistematik hukum meliputi Kenyataan idiil (rechts ordeel) dan
Kenyataan Riil (rechts werkelijkheid). Kaedah merupakan
patokan atau pedoman atau batasan prilaku yang “seharusnya”. Proses
terjadinya kaedah meliputi : Tiruan (imitasi) dan Pendidikan
(edukasi). Adapun macam macam kaedah mencakup, Pertama : Kaedah
pribadi, mengatur kehidupan pribadi seseorang, antara lain :
1. Kaedah Kepercayaan, tujuannya adalah untuk mencapai kesucian
hidup pribadi atau hidup beriman. meliputi : kaedah fundamentil (abstrak),
contoh : manusia harus yakin dan mengabdi kepada Tuhan YME. Dan kaedah
aktuil (kongkrit), contoh : sebagai umat islam, seorang muslim/muslimah harus
sholat lima waktu.
2. Kaedah Kesusilaan, tujuannya adalah untuk kebaikan hidup
pribadi, kebaikan hati nurani atau akhlak. Contoh : kaedah fundamentil,
setiap orang harus mempunyai hati nurani yang bersih. Sedangkan kaedah
aktuilnya, tidak boleh curiga, iri atau dengki.
Sudah di jelas
kan bagai mana pengertian mengenai etika dan pemerintah ataupun pemerintahan.
Jadi pengertian etika pemerintahan itu sendiri adalah Ajaran untuk
berperilaku yang baik dan benar sesuai dengan nilai-nilai keutamaan yang
berhubungan dengan hakikat manusia
B.
Nilai-Nilai Etika Dalam Pemerintahan
Etika pemerintahan disebut selalu
berkaitan dengan nilai-nilai keutamaan yang berhubungan dengan hak-hak dasar
warga negara selaku manusia sosial (mahluk sosial). Nilai-nilai keutamaan yang
dikembangkan dalam etika pemerintahan adalah :
1. Penghormatan
terhadap hidup manusia dan HAM lainnya.
2. kejujuran
baik terhadap diri sendiri maupun terhadap manusia lainnya (honesty).
3. Keadilan dan
kepantasan merupakan sikap yang terutama harus diperlakukan terhadap orang
lain.
4. kekuatan
moralitas, ketabahan serta berani karena benar terhadap godaan (fortitude).
5. Kesederhanaan
dan pengendalian diri (temperance).
6. Nilai-nilai
agama dan sosial budaya termasuk nilai agama agar manusia harus bertindak
secara profesionalisme dan bekerja keras.
C.
Wujud Etika Dalam Pemerintahan
Wujud etika
pemerintahan tersebut adalah aturan-aturan ideal yang dinyatakan dalam UUD baik
yang dikatakan oleh dasar negara (pancasila) maupun dasar-dasar perjuangan
negara (teks proklamasi). Di Indonesia wujudnya adalah pembukaan UUD 1945
sekaligus pancasila sebagai dasar negara (fundamental falsafah bangsa) dan
doktrin politik bagi organisasi formil yang mendapatkan legitimasi dan serta
keabsahan hukum secara de yure maupun de facto oleh pemerintahan RI, dimana
pancasila digunakan sebagai doktrin politik organisasinya
Etika
pemerintahan juga dikenal dengan sebutan Good Corporate
Governance. Menurut Bank Dunia (World Bank) adalah kumpulan hukum,
peraturan, dan kaidah-kaidah yang wajib dipenuhi yang dapat
mendorong kinerja sumber-sumber perusahaan bekerja secara efisien, menghasilkan
nilai ekonomi jangka panjang yang berkesinambungan bagi para pemegang
saham maupun masyarakat sekitar secara keseluruhan. Lembaga
Corporate Governance di Malaysia yaitu Finance Committee on Corporate
Governance (FCCG) mendifinisikan corporate governance sebagai proses dan
struktur yang digunakan untuk mengarahkan dan mengelola bisnis dan aktivitas
perusahaan ke arah peningkatan pertumbuhan bisnis dan akuntabilitas perusahaan.
Dengan
begitu Untuk penyelenggaraan Good governance tersebut maka
diperlukan etika pemerintahan. Etika merupakan suatu ajaran yang berasal
dari filsafat mencakup tiga hal yaitu :
1. Logika,
mengenai tentang benar dan salah.
2. Etika,
mengenai tentang prilaku baik dan buruk.
3. Estetika,
mengenai tentang keindahan dan kejelekan.
D.
Alasan
Pentingnya Etika dalam Pemerintahan
Ketika
kenyataan yang kita inginkan jauh dari harapakan kita, maka pasti akan timbul
kekecewaan, begitulah yang terjadi ketiga kita mengharapkan agar para aparatur
Pemerintahan bekerja dengan penuh rasa tanggungjawab, kejujuran dan keadilan
dijunjung, sementara yang kenyataan yang terjadi mereka sama sekali tidak
bermoral atau beretika, maka disitulah kita mengharapkan adanya aturan yang dapat ditegakkan yang menjadi norma atau
rambu-rambu dalam melaksanakan tugasnya. Sesuatu yang kita inginkan itu adalah
Etika yang yang perlu diperhatikan oleh aparat Pemerintahan tadi. Ada beberapa
alasan mengapa Etika Pemerintahan penting diperhatikan dalam pengembangan pemerintahan
yang efisien, tanggap dan akuntabel, menurut Agus Dwiyanto bahwa :
Pertama
masalah – masalah yang dihadapi oleh pemerintahan pemerintah dimasa mendatang
akan semakin kompleks. Pengembangan etika pemerintahan mungkin bisa fungsional
terutama dalam memberi “ policy guidance” kepada para pejabat peme rintah untuk
memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya.
Kedua,
keberhasilan pembangunan yang telah meningkatkan dinamika dan kecepatan
perubahan dalam lingkungan pemerintahan. Dinamika yang terjadi dalam lingkungan
tentunya menuntut kemampuan pemerintahan untuk melakukan adjustments agar tetap
tanggap terhadap perubahan yang terjadi dalam lingkungannya. Kemampuan untuk
bisa melakukan adjustment itu menuntut discretionary power yang besar.
Penggunaan kekuasaan direksi ini hanya akan dapat dilakukan dengan baik kalau pemerintahan
memiliki kesadaran dan pemahaman yang tinggi mengenai besarnya kekuasaan yang dimiliki
dan implikasi dari penggunaan kekuasaan itu bagi kepentingan masyarakatnya.
Kesadaran dan pemahaman yang tinggi mengenai kekuasaan dan implikasi penggunaan
kekuasaan itu hanya dapat dilakukan melalui pengembangan etika pemerintahan.
Dari
alasan yang dikemukakan di atas ada sedikit gambaran bagi kita mengapa Etika
Pemerintahan menjadi suatu tuntutan yang harus sesegera mungkin dilakukan
sekarang ini, hal tersebut sangat terkait dengan tuntutan tugas dari aparat
pemerintahan tiu sendiri yang seiring dengan semakin komplesnya permasalahan
yang ada dalam masyarakat dan seiring dengan fungsi pelayanan dari Pemerintah
itu sendiri agar dapat diterima dan dipercaya oleh masyarakat yang dilayani,
diatur dan diberdayakan. Untuk itu para Pemerintah harus merubah sikap perilaku
agar dapat dikatakan lebih beretika atau bermoral di dalam melaksanakan tugas
dan fungsinya, dengan demikian harus ada aturan main yang jelas dan tegas yang
perlu ditaati yang menjadi landasan dalam bertindak dan berperilaku di tengah -
tengah masyarakat.
E.
Landasan Etika Pemerintahan Indonesia
1. Falsafah
Pancasila dan Konstitusi/UUD 1945 Negara RI;
2. TAP MPR No.
XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas Korupsi,
Kolusi dan Nepotisme ;
3. UU No. 28
Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih dan Bebas dari Korupsi,
Kolusi dan Nepotisme;
4. UU No. 43
Tahun 1999 tentang Perubahan Atas UU No. 8 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok
Kepegawaian ( LN No. 169 dan Tambahan LN No. 3090 );
5. UU No. 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang dirubah dengan UU No. 3 Tahun 2005
dan UU No. 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah ;
6. PP No. 60
tentnag Disiplin Pegawai Negeri .
F.
Patologi Dalam Etika Pemerintah di Indonesia
Dewasa ini,
banyak sekali kasus-kasus muncul berkaitan dengan penyelewengan etika
organisasi pemerintah. Salah satu contoh nyata yang masih saja dilakukan
oleh individu dalam organisasi pemerintah yaitu KKN.
Adapun
definisi KKN yaitu suatu tindak penyalahgunaan kekayaan negara
(dalam konsep modern), yang melayani kepentingan umum, untuk kepentingan
pribadi atau perorangan. Akan tetapi praktek korupsi sendiri, seperti suap atau
sogok, kerap ditemui di tengah masyarakat tanpa harus melibatkan hubungan
negara.
Praktek KKN
(Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) di Indonesia tergolong cukup
tinggi. Praktek KKN dalam organisasi pemerintah khususnya, menjadi masalah
berkaitan dengan etika organisasi pemerintah Karena ini merupakan penyelewengan
dari apa yang seharusnya dilakukan dan dimiliki oleh seorang individu dalam
organisasi pemerintah, yakni melayani rakyat dengan baik dan berusaha memberikan
yang terbaik bagi rakyat. Akan tetapi, dengan adanya peraktek KKN jelas
merugikan bangsa dan negara.
G.
Upaya-Upaya Untuk Mengatasi
Hambatan-Hambatan Dalam Pelaksanaan Etika Pemerintahan Di Indonesia.
Dalam ruang lingkup
etika, sanksi untuk suatu pelanggaran atas nilainya bersifat moral (penurunan
harga diri atau semacamnya), sebagaimana ketaatan atasnya juga memperoleh
imbalan moral (berupa penghormatan atau semacamnya).
Setiap profesi
biasanya memiliki standar-standar moral tertentu di dalam memberi reward dan punishment kepada
anggotanya, sehubungan dengan penegakan nilai etika profesi yang bersangkutan.
Tentu saja nilai-nilai etika yang ingin ditegakkan di dalam suatu lingkungan
profesi tidak seluruhnya terformalisasi secara jelas. Biasanya serangkaian
nilai akan terbangun menjadi landasan ketika yang mengikat sebagai akibat dari sesuatu kejadian yang melibatkan
kehormatan atau eksistensi dari sesuatu profesi. Dari sana kemudian disadari
akan perlunya nilai-nilai itu diadopsi dan dilembagakan (walaupun tidak selalu
tertulis) ke dalam acuan bertindak para anggota.
Hal ini berbeda dengan
nilai etika yang telah berubah menjadi hukum, yang semuanya sudah tertulis
dengan jelas dan arena itu akan lebih efektif penerapannya. Namun betapapun
akrabnya hubungan antara etika dan hukum, tidak semua nilai etika akan otomatis
menjadi hukum. Tergantung sejauhmana sesuatu nilai mengalami proses akamodasi
di dalam sistem sosialnya.
Di dalam lingkungan
pemerintahan hal yang demikian juga berlaku. Ada nilai-nilai tertentu yang
harus ditegakkan demi menjaga citra pemerintah dan menjadikan pemerintah mampu
menjalankan misinya. Dari nilai-nilai itu ada yang tetap menjadi bagian dari
etika dan ada pula yang telah ditransformasikan kedalam hukum positif. Misalnya
perbuatan membuat perjanjian secara tersembunyi untuk memenangkan tender
pengadaan barang dan jasa pemerintah anatara pejabat pemerintah dengan
pengusaha lebih tepat dipandang sebagai pelanggaran etik.
Rasyid (1999:48-49)
berpendapat keberhasilan pejabat pemerintahan di dalam memimpin pemerintahan
harus diukur dari kemampuannya. Mengembangkan fungsi
pelayanan, pemberdayaan, dan pembangunan. Pelayanan akan membuahkan keadilan
dalam masyarakat, pemberdayaan akan mendorong kemandirian masyarakat, dan
pembangunan akan menciptakan kemakmuran dalam masyarakat. Inilah yang sekaligus
menjadi misi pemerintahan di tengah-tengah masyarakat. Etika pemerintahan
sebaiknya dikembangkan dalam upaya pencapaian misi itu. Artinya setiap tindakan yang tidak sesuai, tidak mendukung,
apalagi yang menghambat pencapaian misi itu, semestinya dipandang sebagai
pelanggaran etik.
Pegawai pemerintah
yang malas masuk kantor, tidak secara sunggu-sungguh menjalankan tugas yang
dipercayakan padanya, minimal dapat dianggap melanggar etika profesinya. Mereka
yang menyalahgunakan kekuasaan (power abuse) untuk kepentingan pribadi,
kelompok, atau polongan dengan merugikan kepentingan umum, pada tingkat pertama
sudah melanggar etika pemerintahan. Mungkin mereka bisa diusut untuk dibuktikan
sebagai pelanggar hukum, tetapi itu akan terjadi pada tingkat lanjutan.
Dalam hubungan ini
seseorang bisa saja melanggar etika dan hukum pada waktu yang bersamaan.
Aparatur pemerintahan seyoganya menjadikan dirinya sebagai teladan di dalam
pelaksanaan etika, hukum dan konstitusi, untuk itu pemerintah tidak dapat
begitu saja mengambil hak milik seseorang tanpa kewenangan yang jelas (hukum)
dan pemberian imbalan ganti rugi yang wajar (etika). Singkatnya setiap warga
masyarakat berhak memperoleh pelayanan dan perlakuan yang adil dari pemerintah
berdasarkan nilai-nilai etika dan hukum yang berlaku.
Etika pemerintahan
dengan demikian tidaklah berdiri sendiri. Penegakkannya terjalin erat dengan pelaksanaan prinsip Negara hukum.
Itulah sebabnya maka sebuah pemerintahan yang bersih yang segala tingkah laku
dan kebijakannya berangkat dari komitmen moral yang kuat, hanya bisa diharapkan
dalam Negara hukum. Di dalam Negara kekuasaan pemerintahan yang bersih itu
sulit terwujud..
1.
Mewujudkan
etika dalam pemerintahan yang berkesinambungan.
Wujud etika pemerintahan tersebut adalah aturan-aturan ideal yang
dinyatakan dalam UUD baik yang dikatakan oleh dasar
negara (pancasila) maupun dasar-dasar perjuangan negara (teks
proklamasi). Di Indonesia wujudnya adalah pembukaan UUD 1945 sekaligus
pancasila sebagai dasar negara (fundamental falsafah bangsa) dan
doktrin politik bagi organisasi formil yang mendapatkan legitimasi dan serta
keabsahan hukum secara de-jure maupun de facto oleh pemerintahan
RI, dimana pancasila digunakan sebagai doktrin politik organisasinya
2.
Membangun Tata Kelola
Pemerintahan yang Baik dan Bersih (Good And Clean Governance).
Dalam Good and Clean Governance, terdapat
asas-asas yang perlu diperhatikan,yaitu :
1)
Partisipasi.
Asas Partisipasi
adalah bentuk keikut sertaan warga masyarakat dalam
pengambilan keputusan, baik secara langsung maupun lewat lembaga
perwakilan sah yang mewakili aspirasi mereka. Bentuk partisipasi
menyeluruh ini dibangun berdasarkan prinsip demokrasi yakni kebebasan
berkumpul dan mengungkapkan pendapat secara konstruktif.
2)
Penegakan Hukum.
Asas ini merupakan
keharusan pengelolaan pemerintahan secara professional yang didukung oleh
penegakan hukum yang
berwibawa. Realisasi wujud pemerintahan yang baik dan bersih harus juga
di imbangi dengan komitmen pemerintah untuk menegakkan hukum yang
mengandung unsur-unsur berikut :
a.
Supremasi Hukum : setiap tindakan unsur-unsur kekuasaan negara, dan peluang
partisipasi masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara didasarkan
pada hukum dan aturan yang jelas dan tegas,
dijamin pelaksanaannya secara benar serta independen.
b.
Kepastian Hukum : setiap kehidupan berbangsa dan
bernegara diatur oleh hukum yang jelas dan pasti, tidak duplikatif, dan tidak
bertentangan satusama lainnya.
c.
Hukum yang responsif : aturan hukum diatur
berdasarkan aspirasi masyarakat luas dan mampu menyediakan berbagai
kebutuhan publik secara adil.
d.
Penegakan hukum yang konsisten dan non-diskriminatif.
e.
Independensi Peradialan : yakni peradilan yang independen, bebas dari pengaruh kekuasaan atau kekuatan
lainnya.
3)
Transparansi
Asas ini merupakan unsur lain yang menopang terwujudnya good and clean governance. Menurut para ahli, jika tidak ada prinsip ini, bisa menimbulkan tindakan korupsi. Ada 8 unsur yang harus diterapkan transparansi yaitu :
Asas ini merupakan unsur lain yang menopang terwujudnya good and clean governance. Menurut para ahli, jika tidak ada prinsip ini, bisa menimbulkan tindakan korupsi. Ada 8 unsur yang harus diterapkan transparansi yaitu :
a)
Penetapanposisi/jabatan/kedudukan.
b)
Kekayaan pejabat publik.
c)
Pemberian penghargaan.
d)
Penetapan kebijakan.
e)
Kesehatan.
f)
Moralitas pejabat dan aparatur pelayanan
masyarakat.
g)
Keamanan dan ketertiban.
h)
Kebijakan strategis untuk pencerahan kehidupan
masyarakat.
4)
Responsif
Asas responsif adalah dalam pelaksanaannya pemerintah harus tanggap terhadap persoalan-persoalan masyarakat, harus memhami kebutuhan masyarakat, harus proaktif mempelajari dan menganalisa kebutuhan masyarakat.
Asas responsif adalah dalam pelaksanaannya pemerintah harus tanggap terhadap persoalan-persoalan masyarakat, harus memhami kebutuhan masyarakat, harus proaktif mempelajari dan menganalisa kebutuhan masyarakat.
5)
Konsensus
Asas konsensus adalah bahwa keputusan apapun harus dilakukan melalui proses musyawarah melalui konsensus. Cara pengambilan keputusan konsensus memiliki kekuatan memaksa terhadap semua yang terlibat untuk melaksanakan keputusan tersebut dan memutuskan semua atau sebagian pihak, serta mengikat sebagian besar komponen yang bermusyawarah.
Asas konsensus adalah bahwa keputusan apapun harus dilakukan melalui proses musyawarah melalui konsensus. Cara pengambilan keputusan konsensus memiliki kekuatan memaksa terhadap semua yang terlibat untuk melaksanakan keputusan tersebut dan memutuskan semua atau sebagian pihak, serta mengikat sebagian besar komponen yang bermusyawarah.
6)
Kesetaraan.
Asas kesetaraan adalah
kesamaan dalam perlakuan dan pelayanan publik. Asas ini mengharuskan
setiap pelaksanaan pemerintah bersikap dan berperilaku adil dalam
hal pelayanan publik tanpa membedakan suku, jenis, keyakinan, jenis kelamin, dan kelas sosial.
7)
Efektivitas dan Efisiensi.
Pemerintahan yang baik
dan bersih harus memenuhi kriteria efektif
(berdaya guna) dan efesien ( berhasil guna). Efektivitas dapat diukur dari
seberapa besar produk yang dapat menjangkau kepentingan masyarakat dari berbagai kelompok. Efesiensi umumnya
diukur dengan rasionalisitas biaya pembangunan untuk memenuhi kebutuhan
semua masyarakat.
8)
Akuntabilitas.
Asas akuntabilitas
adalah pertanggungjawaban pejabat publik terhadap masyarakat yang
memberinya wewenang untuk mengurusi kepentingan mereka. Setiap pejabat publik dituntut untuk mempertanggungjawabkan semua
kebijakan, perbuatan, moral, maupun netralitas sikapnya terhadap
masyarakat.
9)
Visi Strategis.
Visi strategis adalah
pandangan-pandangan strategis untuk menghadapi masa yang akan datang. Kualifikasi ini menjadi penting dalam rangka
realisasi good and clean governance.
Dengan kata lain, kebijakan apapun yang akan diambil saat ini,
harus diperhitungkan akibatnya untuk sepuluh atau dua puluh tahun ke
depan.
3.
Kontrol Sosial
Untuk mewujudkan pemerintahan yang baik dan
bersih berdasarkan prinsip-prinsip pokok good and clean governance,
setidaknya dapat dilakukan melalui prioritas program:
a)
Penguatan fungsi dan
peran lembaga perwakilan.
b)
Kemandirian lembaga
peradian.
c)
Profesionalitas dan
integritas aparatur pemerintah.
d)
Penguatan partisipasi
masyarakat madani.
e)
Peningkatan
kesejahteraan rakyat dalam kerangka otonomi daerah.
Dengan pelaksanaan otonomi daerah, pencapaian tingkat kesejahteran
dapat di wujudkan secara lebih tepat yang pada akhirnya akan
mendorong kemandirian masyarakat.
4.
Gerakan Anti korupsi
Korupsi merupakan
permasalahan besar yang merusak keberhasilan pembangunan nasional. Korupsi
adalah tingkah laku individu yang menggunakan wewenang dan jabatan guna meraih keuntungan pribadi, merugikan
kepentingan umum dan Negara secara spesifik. Korupsi menyebabkan ekonomi menjadi labil, politik yang tidak sehat, dan
kemerosotan moral bangsa yang terus menerus merosot.
Jeremy Pope
mengemukakan bahwa korupsi terjadi jika peluang dan keinginan berada dalam
waktu yang bersamaan. Peluang dapat dikurangi dengan cara
mengadakan perubahan secara sistematis. Sedangkan keinginan dapat
dikurangi denagn cara membalikkan siasat “laba tinggi, resiko rendah”
menjadi “laba rendah, resiko tinggi” : dengan cara menegakkan hukum dan menakuti secara efektif dan
menegakan mekanisme akuntabilitas.
Penanggulangan korupsi
dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
a)
Adanya political
will dan political action dari pejabat negara dan
pimpinan lembaga pemerintahan pada setiap satuan kerja organisasi untuk
melakukan langkah proaktif pencegahan dan pemberantasan tindakan korupsi.
b)
Penegakan hukum secara
tegas dan berat ( misal Eksekusi mati bagi
para koruptor).
c)
Membangun
lembaga-lembaga yang mendukung upaya pemberantasan korupsi.
d)
Membangun mekanisme
penyelenggaran pemerintahan yang menjamin terlaksankannya praktik good and
clean governance.
e)
Memberikan pendidikan
antikorupsi, baik dari pendidikan formal atau informa.
f)
Gerakan agama anti
korupsi yaitu gerakan membangun kesadaran keagamaan dan mengembangkan
spiritual anti korupsi.
0 comments
Post a Comment