ARI KRISDARMADI
(MAHASISWA ILMU PEMERINTAHAN FISIP UNTAN)
HUBUNGAN PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH
*bahasan
Sebagai Negara berdaulat, Indonesia memiliki dasar HUBUNGAN PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH yang diatur dalam UUD 1945 Bab VI yang terdiri dari Pasal 18, 18A dan 18B. Pengaturan dalam pasal-pasal tersebut merupakan satu kesatuan pengaturan yang meliputi susunan pemerintahan, pengakuan terhadap keanekaragaman dan keistimewaan daerah, dan kerangka sistem otonomi. Berdasarkan konstruksi dalam UUD 1945 tersebut, maka untuk penyelenggaraan pemerintahan dalam negara kesatuan Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi, dan provinsi dibagi lagi menjadi daerah-daerah kabupaten dan kota. Setiap daerah propinsi, kabupaten dan kota merupakan pemerintah daerah yang diberi kewenangan mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan yang berdasarkan pada asas otonomi luas, nyata dan bertanggung jawab.
Walau demikian, sebenarnya
kebijakan desentralisasi telah dibuat sebelum kemerdekaan Indonesia itu
sendiri. kebijakan desentralisasi dimulai
pada 1903 dengan diundangkannya Decentralisatie Wet
1903. Sejak saat ini pemerintah pusat membentuk local government, pemerintahan
daerah, yang sebelumnya hanya ada pemerintahan pusat dengan satuan pemerintahan
hirarkis cabang pemerintah pusat pada
wilayah-wilayah negara. Pada masa pemerintahan bala tentara Jepang pemerintahan
daerah dibubarkan. Akan tetapi, Jepang menghidupkan kembali dewan-dewan daerah
menjelang kekalahannya (Hanif Nurkholis, 2011).
Pada masa reformasi sekarang ini,
pola hubungan pemerintah pusat dan daerah telah diatur lebih jauh dalam bingkai
otonomi daerah sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan
diperkuat oleh Undang- undang Nomor 32 Tahun 2004. Dibuatnya undang- undang ini
tidak lain adalah demi menjaga keharmonisan antara pusat dan daerah dalam
berbagai bidang serta meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang
semakin baik, mengembangkan kehidupan demokrasi, keadilan dan pemerataan serta
memelihara hubungan yang serasi antara Pusat dan Daerah serta antar Daerah
dalam rangka menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
HUBUNGAN PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH dapat
diartikan sebagai hubungan kekuasaan pemerintah pusat dan daerah sebagai
konsekuensi dianutnya asas desentralisasi dalam pemerintahan negara. Dengan
adanya kekuasaan yang terdesentralisasi, diharapkan semua stake holder yang
terlibat dapat bersinergi dan mendapatkan hak dan kewajiban sebagaimana
seharusnya. Secara umum hubungan antara pusat dan daerah dalam penyelenggaraan
pemerintahan adalah sebagai berikut:
Pemerintah
Pusat yang mengatur hubungan antara Pusat dan Daerah yang dituangkan dalam
peraturan perundangan yang bersifat mengikat kedua belah pihak. Namun dalam
pengaturan hubungan tersebut haruslah memperhatikan aspirasi daerah sehingga
tercipta sinerji antara kepentingan pusat dan daerah
Tanggung
jawab akhir dari penyelenggaraan urusan-urusan pemerintahan yang diserahkan
kepada daerah adalah menjadi tanggung jawab pemerintah pusat karena dampak
akhir dari penyelenggaraan urusan tersebut akan menjadi tanggung jawab negara
Peran
pusat dalam kerangka otonomi daerah akan banyak bersifat menentukan kebijakan
makro, melakukan supervisi, monitoring, evaluasi, kontrol dan pemberdayaan
sehingga daerah dapat menjalankan otonominya secara optimal. Sedangkan peran
daerah akan lebih banyak bersifat pelaksanaan otonomi tersebut. Dalam
melaksanakan otonominya, daerah berwenang membuat kebijakan daerah. Kebijakan
yang diambil daerah adalah dalam batas-batas otonomi yang diserahkan kepadanya
dan tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundangan yang lebih tinggi.
1.
Model-Model HUBUNGAN PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH
A. Hubungan kedudukan pemerintah daerah
terhadap pusat menurut Dennis Kavanagh:
o
Agency Model : pemerintah daerah
dianggap sebagai pelaksana belaka
o
Partnership Model : pemerintah daerah
memiliki kebebasan untuk melakukan local choice
B. Sistem Hubungan Pusat dan Daerah menurut
Nimrod Raphaeli:
o
Comprehensive Local Government System :
pemerintah pusat banyak sekali menyerahkan urusan dan wewenangnya kepada
pemerintah daerah. Pemerintah Daerah memiliki kekuasaan yang besar.
o
Partnership System : beberapa urusan
yang jumlahnya cukup memadai diserahkan oleh pusat kepada daerah, wewenang lain
tetap di pusat.
o
Dual System : imbangan kekuasaan pusat
dan daerah.
o
Integrated Administrative System : Pusat
mengatur secara langsung daerah bersangkutan mengenai segala pelayanan teknis
melalui koordinatornya yang berada di daerah/wilayah.
2.
LINGKUP HUBUNGAN PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH
Ruang lingkup hubungan
pemerintah pusat dan daerah antara lain meliputi hubungan kewenangan, kelembagaan, keuangan, pengawasan, dan
pelayanan publik.
A.
Bidang
Kewenangan
Dalam
penyelenggaraan desentralisasi terdapat dua elemen penting, yakni pembentukan
daerah otonom dan penyerahan kekuasaan secara hukum dari pemerintah pusat
kepada pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus bagian-bagian tertentu
urusan pemerintahan. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan apabila
penyelenggaraan desentralisasi menuntut persebaran urusan pemerintahan oleh
pemerintah pusat kepada daerah otonom sebagai badan hukum publik. Urusan
pemerintahan yang didistribusikan hanyalah merupakan urusan pemerintahan yang
menjadi kompetensi pemerintah dan tidak mencakup urusan yang menjadi kompetensi
lembaga negara tertinggi dan/atau lembaga tinggi negara.
Secara
teoritis, persebaran urusan pemerintahan kepada daerah dapat dibedakan dalam 3
(tiga) ajaran rumah tangga berikut :
1. Ajaran
Formil
Di
dalam ajaran rumah tangga formil (formele huishoudingsleer), tidak ada
perbedaan sifat urusan-urusan yang diselenggarakan pemerintah pusat dan daerah
otonom. Pada prinsipnya urusan yang dapat dikerjakan oleh masyarakat hukum yang
satu juga dapat dilakukan oleh masyarakat yang lain. Bila dilakukan pembagian
tugas, hal itu semata-mata didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan yang
rasional dan praktis. Artinya, pembagian itu tidak karena materi yang diatur
berbeda sifatnya, tetapi semata-mata karena keyakinan bahwa
kepentingan-kepentingan daerah itu dapat lebih baik dan lebih berhasil
diselenggarakan sendiri oleh setiap daerah daripada oleh pemerintah pusat. Urusan rumah tangga daerah tidak diperinci
secara nominatif di dalam undang-undang pembentukannya, tetapi ditemukan dalam
suatu rumusan umum. Rumusan umum hanya mengandung prinsip-prinsipnya saja,
sedangkan pengaturan lebih lanjut diserahkan kepada prakarsa daerah yang
bersangkutan. Walaupun keleluasaan
pemerintah daerah dalam sistem rumah tangga formil lebih besar, tetapi
ada pembatasan, yaitu :
·
Pemerintah daerah hanya boleh mengatur
urusan sepanjang urusan itu tidak atau belum diatur dengan undang-undang atau
peraturan daerah yang lebih tinggi tingkatannya.
·
Bila negara atau daerah yang lebih
tinggi tingkatnya kemudian mengatur sesuatu yang semula diatur oleh daerah yang
lebih rendah, peraturan daerah yang lebih rendah tersebut dinyatakan tidak
berlaku.
2. Ajaran
Materiil
Dalam
ajaran rumah tangga materiil (materiele huishoudingsleer), antara pemerintah
pusat dan daerah terdapat pembagian tugas yang diperinci secara tegas di dalam
peraturan perundang-undangan. Kewenangan setiap daerah hanya meliputi
tugas-tugas yang ditentukan satu per satu secara nominatif.
Rasio
dari pembagian tugas ini didasarkan kepada suatu keyakinan bahwa ada perbedaan
tugas yang azasi dalam menjalankan pemerintahan dan memajukan kemakmuran serta
kesejahteraan masyarakat antara negara dan daerah otonom yang lebih kecil.
Daerah otonom sebagai masyarakat hukum yang lebih kecil mempunyai urusan
sendiri yang secara prinsipil berbeda dari negara sebagai kesatuan masyarakat
hukum yang lebih besar dan berada di atasnya. Negara dan daerah otonom
masing-masing mempunyai urusan sendiri yang spesifik.
3.
Ajaran Riil
Di
dalam ajaran rumah tangga riil dianut kebijaksanaan bahwa setiap undang-undang
pembentukan daerah mencantumkan beberapa urusan rumah tangga daerah yang
dinyatakan sebagai modal pangkal dengan disertai segala atributnya berupa
kewenangan, personil, alat perlengkapan, dan sumber pembiayaan. Dengan modal
pangkal itu, daerah yang bersangkutan mulai bekerja, dengan catatan bahwa setiap
saat urusan-urusan tersebut dapat ditambah sesuai dengan kesanggupan dan
kemampuan daerah yang bersangkutan.
Namun,
dalam praktik hubungan Pusat-Daerah di bidang kewenangan di negara kita,
permasalahan yang dihadapi Indonesia adalah tidak jelasnya pilihan yang
dijatuhkan antara sentralisasi atau desentralisasi yang lebih dominan agar
supaya secara konsisten prinsip tersebut dapat diterapkan. Pasal 18
Undang-Undang Dasar 1945 beserta penjelasannya yang menjadi landasan
konstitusional bagi penyelenggaran pemerintahan di daerah juga tidak memberikan
petunjuk jelas azas mana yang dipilih.
Pasang
surut hubungan pusat dan daerah telah menunjukkan dinamika. UU Nomor 5 Tahun
1974 thhentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah, dianggap sangat
sentralisitis (dalam arti serba pusat); UU nomor 22 tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah yang lahir diawal reformasi ini, justru dianggap pula lebih
desentralistis, sehingga kesan yang terbangun khususnya antara pemerintah
provinsi dan kabupaten/kota hubungannya kurang harmonis.
Bahkan
UU No 22 tahun 1999 ini, justru ambivalen, dalam arti di satu sisi UUD RI 1945
menganut sistem pemerintahan presidential, sedangkan dalam UU 22 itu bersifat
parlementer, dimana kepala daerah bertanggungjawab dalam penyelenggaraan pemerintahannya
kepada DPRD, dan apabila pertanggungjawabannya ditolak oleh DPRD, harus
diperbaiki, namun setelah diperbaiki masih ditolak dapat berakibat pada
pemberhentian kepala daerah. Perubahan mendasar pada kewenangan daerah otonom
dalam pemberian yang sangat besar dalam proses dan pengambilan keputusan.
B.
Bidang
Kelembagaan
Organisasi
pada dasarnya adalah wadah sekaligus sistem kerjasama orang-orang untuk
mencapai tujuan. Pada organisasi pemerintah, kegiatan yang dijalankan untuk
mencapai tujuan didasarkan pada kewenangan yang dimilikinya. Organisasi
pemerintah daerah di Indonesia pada masa lalu disusun dengan dasar perhitungan:
- adanya kewenangan pangkal yang diberikan kepada daerah melalui undang-undang pembentukan daerah otonom;
- adanya tambahan penyerahan urusan berdasarkan pandangan pemerintah pusat;
- adanya pemberian dana/anggaran yang diikuti dengan pembentukan organisasi untuk menjalankan urusan dan menggunakan dana (prinsipFunction Follow Money).
Menurut
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah pembentukan
organisasi pemerintah daerah untuk menjalankan urusan/kewenangan didasarkan
pada prinsip money follow function (pendanaan mengikuti fungsi pemerintahan
yang menjadi kewajiban dan tanggung jawab masing-masing tingkat pemerintahan). Bentuk
dan susunan organisasi pemerintah daerah menurut undang-undang tersebut
didasarkan pada kewenangan pemerintahan yang dimiliki daerah; karakteristik,
potensi dan kebutuhan daerah; kemampuan keuangan daerah; ketersediaan sumber
daya aparatur; pengembangan pola kerjasama antar daerah dan/atau dengan pihak
ketiga. Sebagai penjabaran lebih lanjut dari ketentuan tersebut antara lain
dapat kita lihat pada Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007.
Hubungan
Pusat-Daerah Bidang Kelembagaan Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun
2007
Dengan
perubahan terminologi pembagian urusan pemerintah yang bersifat konkuren
berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, maka dalam implementasi
kelembagaan setidaknya terwadahi fungsi-fungsi pemerintahan pada masing-masing
tingkatan pemerintahan.
Dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007, ditegaskan bahwa dasar utama
penyusunan perangkat daerah dalam bentuk suatu organisasi adalah adanya urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah, yang terdiri dari urusan wajib dan
urusan pilihan, namun tidak berarti bahwa setiap penanganan urusan pemerintahan
harus dibentuk ke dalam organisasi tersendiri. Besaran organisasi perangkat
daerah sekurang-kurangnya mempertimbangkan faktor keuangan, kebutuhan daerah,
cakupan tugas yang meliputi sasaran tugas yang harus diwujudkan, jenis dan
banyaknya tugas, luas wilayah kerja dan kondisi geografis, jumlah dan kepadatan
penduduk, potensi daerah yang bertalian dengan urusan yang akan ditangani,
sarana dan prasarana penunjang tugas. Oleh karena itu kebutuhan akan organisasi
perangkat daerah bagi masing-masing daerah tidak senantiasa sama atau seragam.
Kriteria untuk menentukan jumlah besaran organisasi perangkat daerah
masing-masing pemerintah daerah dengan variabel jumlah penduduk, luas wilayah
dan jumlah APBD, yang kemudian ditetapkan pembobotan masing-masing variabel
yaitu 40% (empat puluh persen) untuk variabel jumlah penduduk, 35% (tiga puluh
lima persen) untuk variabel luas wilayah dan 25% (dua puluh lima persen) untuk
variabel jumlah APBD.
Susunan
Organisasi Perangkat Daerah Provinsi
Susunan
Organisasi Perangkat Daerah Provinsi terdiri dari :
1.
Sekretariat Daerah dan Sekretariat DPRD
Sekretariat
daerah terdiri dari asisten, dan masing-masing asisten terdiri dari paling
banyak 3 (tiga) biro, dan masing-masing biro terdiri dari paling banyak 4
(empat) bagian, dan masing-masing bagian terdiri dari paling banyak 3 (tiga)
subbagian.
Sekretariat
DPRD terdiri dari paling banyak 4 (empat) bagian, dan masing-masing bagian
terdiri dari paling banyak 3 (tiga) subbagian.
2.
Dinas Daerah
Dinas
terdiri dari 1 (satu) sekretariat dan paling banyak 4 (empat) bidang,
sekretariat terdiri dari 3 (tiga) subbagian, dan masing-masing bidang terdiri
dari paling banyak 3 (tiga) seksi.
Unit
pelaksana teknis pada dinas terdiri dari 1 (satu) subbagian tata usaha dan
kelompok jabatan fungsional.
Unit
pelaksana teknis dinas yang belum terdapat jabatan fungsional dapat dibentuk
paling banyak 2 (dua) seksi.
3.
Lembaga Teknis Daerah
Inspektorat
terdiri dari 1 (satu) sekretariat dan paling banyak 4 (empat) inspektur
pembantu, sekretariat terdiri dari 3 (tiga) subbagian, serta kelompok jabatan
fungsional.
Susunan
Organisasi Perangkat Daerah Kabupaten/Kota
Susunan
Organisasi Perangkat Daerah Kabupaten/Kota terdiri dari :
1.
Sekretariat Daerah dan Sekretariat DPRD
Sekretariat
daerah terdiri dari asisten, masing-masing asisten terdiri dari paling banyak 4
(empat) bagian, dan masing-masing bagian terdiri dari paling banyak 3 (tiga)
subbagian.
Sekretariat
DPRD terdiri dari paling banyak 4 (empat) bagian, dan masing-masing bagian
terdiri dari 3 (tiga) subbagian.
2.
Dinas Daerah
Dinas
terdiri dari 1 (satu) sekretariat dan paling banyak 4 (empat) bidang,
sekretariat terdiri dari 3 (tiga) subbagian, dan masing-masing bidang terdiri
dari paling banyak 3 (tiga) seksi.
Unit
pelaksana teknis pada dinas terdiri dari 1 (satu) subbagian tata usaha dan
kelompok jabatan fungsional.
3.
Lembaga Teknis Daerah
Inspektorat
terdiri dari 1 (satu) sekretariat dan paling banyak 4 (empat) inspektur
pembantu, sekretariat terdiri dari 3 (tiga) subbagian, serta kelompok jabatan
fungsional.
Badan
terdiri dari 1 (satu) sekretariat dan paling banyak 4 (empat) bidang,
sekretariat terdiri dari 3 (tiga) subbagian, dan masing-masing bidang terdiri dari
2 (dua) subbidang atau kelompok jabatan fungsional.
C.
Bidang
Keuangan
Dalam
pelaksanaan otonomi daerah, pemerintah daerah harus mempunyai sumber-sumber
keuangan yang memadai untuk membiayai penyelenggaraan otonominya. Kapasitas
keuangan pemerintah daerah akan menentukan kemampuan pemerintah daerah dalam
menjalankan fungsi-fungsinya seperti melaksanakan fungsi pelayanan masyarakat
(public service function), melaksanakan fungsi pembangunan (development
function) dan perlindungan masyarakat (protective function). Rendahnya
kemampuan keuangan daerah akan menimbulkan siklus efek negatif antara lain
rendahnya tingkat pelayanan masyarakat yang pada gilirannya akan mengundang
campur tangan pusat atau bahkan dalam bentuk ekstrim menyebabkan dialihkannya
sebagian fungsi-fungsi pemerintah daerah ke tingkat pemerintahan yang lebih
atas ataupun kepada instansi vertikal (unit dekonsentrasi). Kemampuan keuangan
daerah ditentukan oleh ketersediaan sumber-sumber pajak (tax objects) dan
tingkat hasil (buoyancy) dari objek tersebut. Tingkat hasil pajak ditentukan
oleh sejauhmana sumber pajak (tax bases)
responsif terhadap kekuatan-kekuatan yang mempengaruhi objek pengeluaran,
seperti inflasi, pertambahan penduduk dan pertumbuhan ekonomi yang pada
gilirannya akan berkorelasi dengan tingkat pelayanan baik secara kuantitatif
maupun kualitatif. Di samping itu, sumber-sumber pendapatan potensial yang
dimiliki oleh daerah akan menentukan tingkat kemampuan keuangannya. Setiap
daerah mempunyai potensi pendapatan yang berbeda karena perbedaan kondisi
ekonomi,sumber daya alam, besaran wilayah, tingkat pengangguran, dan besaran
penduduk
Dalam
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan
Pemerintahan Daerah ditegaskan bahwa penerimaan Daerah dalam pelaksanaan
Desentralisasi terdiri atas Pendapatan Daerah dan Pembiayaan. Pendapatan Daerah
bersumber dari Pendapatan Asli Daerah; Dana Perimbangan; dan Lain-lain
Pendapatan.
D.
Bidang
Pengawasan (Menurut UU No.32 Tahun 2004)
A.
Pembinaan
Pembinaan
atas penyelenggaraan pemerintahan daerah merupakan upaya yang dilakukan oleh
pemerintah dan/atau gubernur selaku wakil pemerintah di daerah untuk mewujudkan
tercapainya tujuan penyelenggaraan otonomi daerah. Dalam rangka pembinaan oleh
pemerintah, menteri dan pimpinan lembaga pemerintah non departemen melakukan
pembinaan sesuai dengan fungsi dan kewenangan masing-masing yang
dikoordinasikan oleh menteri dalam negeri untuk pembinaan dan pengawasan
provinsi serta oleh gubernur untuk pembinaan dan pengawasan kabupaten/kota.
Pembinaan yang dilakukan oleh departemen dan lembaga pemerintah non departemen
terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah provinsi dilaporkan kepada
presiden dengan tembusan kepada Menteri Dalam Negeri. Pembinaan oleh gubernur terhadap
penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/kota dilaporkan kepada presiden
melalui menteri dalam negeri dengan tembusan kepada departemen/Lembaga
pemerintah non departemen terkait.
Pembinaan
atas penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dilaksanakan oleh pemerintah
meliputi:
·
Koordinasi pemerintahan antar susunan
pemerintahan yang dilaksanakan secara berkala pada tingkat nasional, regional
atau provinsi.
·
Pemberian pedoman dan standar
pelaksanaan urusan pemerintahan.
Pemberian
pedoman dan standar dalam kaitan ini mencakup aspek perencanaan, pelaksanaan,
tata laksana, pendanaan, kualitas, pengendalian, dan pengawasan.
·
Pemberian bimbingan, supervisi, dan
konsultasi pelaksanaan urusan pemerintahan.
Pemberian
bimbingan, supervisi dan konsultasi dilaksanakan secara berkala dan/atau
sewaktu-waktu baik secara menyeluruh kepada seluruh daerah maupun kepada daerah
tertentu sesuai dengan kebutuhan.
·
Pendidikan dan pelatihan.
Pendidikan
dan pelatihan dilaksanakan secara berkala bagi kepala daerah atau wakil kepala
daerah, anggota DPRD, perangkat daerah, pegawai negeri sipil daerah, dan kepala
desa.
·
Perencanaan, penelitian, pengembangan,
pemantauan, dan evaluasi pelaksanaan urusan pemerintahan yang dilaksanakan
secara berkala ataupun sewaktu-waktu dengan memperhatikan susunan pemerintahan.
B. Pengawasan
Pengawasan
atas penyelenggaraan pemerintahan daerah merupakan proses kegiatan yang
ditujukan untuk menjamin agar pemerintah daerah berjalan sesuai dengan rencana
dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pengawasan yang
dilaksanakan oleh pemerintah terkait dengan penyelenggaraan urusan pemerintahan
terutama terhadap peraturan daerah dan peraturan kepala daerah. Dalam
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 ditegaskan bahwa pengawasan atas penyelenggaraan
pemerintahan daerah yang dilaksanakan oleh pemerintah meliputi :
Pengawasan
atas pelaksanaan urusan pemerintahan di daerah. Pengawasan ini dilaksanakan
oleh aparat pengawas intern pemerintah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan;
Pengawasan
terhadap peraturan daerah dan peraturan kepala daerah.
Dalam
hal pengawasan terhadap rancangan peraturan daerah dan peraturan daerah,
pemerintah melakukan dengan 2 (dua) cara sebagai berikut:
Pengawasan
terhadap rancangan peraturan daerah, yaitu terhadap rancangan peraturan daerah
yang mengatur pajak daerah, retribusi daerah, APBD,dan rencana umum tata ruang
sebelum disahkan oleh kepala daerah terlebih dahulu dievaluasi oleh menteri
dalam negeri untuk rancangan peraturan daerah provinsi dan oleh gubernur terhadap
rancangan peraturan daerah kabupaten/kota. Mekanisme ini dilakukan agar
pengaturan tentang hal-hal tersebut dapat mencapai daya guna dan hasil guna
yang optimal
Setiap
peraturan daerah wajib disampaikan kepada menteri dalam negeri untuk provinsi
dan gubernur untuk kabupaten/kota untuk memperoleh klarifikasi. Peraturan
daerah yang bertentangan dengan kepentingan umum dan peraturan yang lebih
tinggi dapat dibatalkan sesuai dengan mekanisme yang berlaku.
Sebagai
contoh, dalam rangka pengawasan, Perda tentang Pajak Daerah dan Retribusi
Daerah disampaikan kepada Pemerintah paling lambat 15 hari setelah Perda
tersebut ditetapkan. Jika bertentangan dengan kepentingan umum dan /atau
peraturan perundangan yang lebih tinggi, Pemerintah dapat membatalkan Perda tersebut,
paling lambat sebulan setelah Perda tersebut diterima.
E.
Bidang
Pelayanan Umum
Hubungan
pemerintah pusat dan daerah di bidang pelayanan umum telah diatur dalam UU No.
32 tahun 2004 pasal 16 ayat (1) yaitu
meliputi:
1. Kewenangan,
tanggung jawab, dan penentuan standar pelayanan minimal;
2. Pengalokasian
pendanaan pelayanan umum yang menjadi kewenangan daerah
3. Fasilitasi
pelaksanaan kerja sama antar pemerintahan daerah dalam penyelenggaraan
pelayanan umum.
Namun
seperti yang kita ketahui bersama, bidang pelayanan umum menjadikan sorotan
yang cukup penting dalam kajian otonomi. Daerah otonom dengan wewenang untuk
mengatur dan mengurus urusan rumah tangganya, terkadang masih ditemukan bahwa
pelayanan umum dalam daerah tertentu tidak memenuhi standar minimal pelayanan.
Hal ini entah dikarenakan daerah yang tidak perduli ataukah tidak mampu
(keterbatasan kemampuan) dalam menyediakan pelayanan umum yang maksimal. Bila
diambil contoh yaitu dalam penyediaan pelayanan umum berupa rumah sakit, dimana
terdapat fasilitas rumah sakit yang berbeda-beda, ada rumah sakit dengan
fasilitas minim (dibawah standar), adapula yang lengkap.
Selain
bidang kesehatan, pelayanan umum bidang transportasi juga perlu diperhatikan
seperti penyediaan halte, penyediaan akses jalan alternative agar memudahkan
seseorang menuju daerah itu. Seharusnya pemerintah pusat memperhatikan hal-hal
ini dan memfasilitasi serta turut mendanai penyelenggaraan pelayanan umum di
daerah-daerah yang memerlukan penyediaan pelayanan umum agar lebih maksimal, efektif,
dan menjamin kenyamanan masyarakat yang menikmatinya.
Bahasan saya mengenai HUBUNGAN PEMERINTAH PUSAT DAN DAERAH di atas semoga bermanfaat sobat,,,
Artikel Saya Lainya Klik:
0 comments
Post a Comment