GAYA
KEPEMIMPINAN DAN KOMUNIKASI SOEHARTO
Ø Gaya Kepemimpinan
Gaya
kepemimpinan soeharto termasuk gaya kepemimpina otokratis karena segala sesuatu
keputusan berada di pusat , tanpa memperhatikan yang ada dibawahnya. Pada masa
pemerintahan soeharto , rakyat tidak bebas dalam bersuara, kebebasan rakyat di
batasi dengan banyak aturan dalam berorganisasi pun di atur oleh pemerintah
secara nyata. Ciri- cirri pada masa kepemimpinan soeharto yaitu cenderung
memperlakuakan bawahannya sama dengan alat lain dalam organisasi seperti mesin dengan demikian kurang
menghargai harkat dan martabat mereka.
Pada masa pemerintahan soeharto Media Massa tidak memiliki kebebasan , mereka
terikat oleh aturan yang ketat. Sebenarnya gaya kepemimpinan otokratis adalah
gaya kepemimpinan yang tepat pada massa awal pemerintahannya kareana pada saat
itu tingkat pergolakan dan situasi yang tidak menentu juga tingkat pendidikan
di Indonesia yang masih rendah namun dirasa pada awal tahun 1980-an gaya
otokratis soeharto ini kurang tepat karena keadaan di Indonesia yang telah
banyak berubah. Masyarakat Indonesia
semakin cerdas dan semakin paham hakikat Negara demokratis. Dengan
sendirinya gaya kepemimpinan soeharto bertolak dengan masyakarakat. Untuk tetap
memperthankan kekuasaannya soeharto menggunakan cara-cara represif pada semua
pihak yang melawannya.
Terlepas dari hal diatas, gaya Kepemimpinan Presiden Soeharto merupakan gabungan dari gaya
kepemimpinan Proaktif-Ekstraktif dengan Adaptif-Antisipatif, yaitu gaya
kepemimpinan yang mampu menangkap peluang dan melihat tantangan sebagai sesuatu
yang berdampak positif serta mempunyal visi yang jauh ke depan dan sadar akan
perlunya langkah-langkah penyesuaian.
Tahun-tahun pemerintahan Suharto
diwarnai dengan praktik otoritarian di mana tentara memiliki peran dominan di
dalamnya. Kebijakan dwifungsi ABRI memberikan kesempatan kepada militer untuk
berperan dalam bidang politik di samping perannya sebagai alat pertahanan
negara. Demokrasi telah ditindas selama hampir lebih dari 30 tahun dengan
mengatasnamakan kepentingan keamanan dalam negeri dengan cara pembatasan jumlah
partai politik, penerapan sensor dan penahanan lawan-lawan politik. Sejumlah
besar kursi pada dua lembaga perwakilan rakyat di Indonesia diberikan kepada
militer, dan semua tentara serta pegawai negeri hanya dapat memberikan suara
kepada satu partai penguasa Golkar.
Pada masa Orde baru, gaya kepemimpinannya adalah
Otoriter/militeristik. Seorang pemimpinan yang otoriter akan menunjukan sikap
yang menonjolkan “keakuannya”, antara lain dengan ciri-ciri :
1. Kecendurangan
memperlakukan para bawahannya sama dengan alat-alat lain dalam organisasi,
seperti mesin, dan dengan demikian kurang menghargai harkat dan maratabat
mereka.
2. Pengutamaan
orientasi terhadap pelaksanaan dan penyelesaian tugas tanpa mengaitkan
pelaksanaan tugas itu dengan kepentingan dan kebutuhan para bawahannya.
3.
Pengabaian peranan para bawahan dalam proses
pengambilan keputusan.
Hasil
analisis juga menunjukkan, Presiden Soeharto cenderung direpresentasikan
sebagai seorang pemimpin yang lebih mementingkan pembangunan ekonomi dibanding
pembangunan sektor-sektor lainnya. Baik pada periode awal, periode pengamalan
dan pematangan, maupun pada periode puncak dan akhir kepemimpinannya, topik
pembangunan yang paling sering dibicarakan oleh Presiden Soeharto adalah
ekonomi. Dari sektor-sektor pembangunan yang pernah dibicarakannya, dua sektor
yang paling sering dibicarakan Presiden Soeharto adalah sektor Hankam, dan
sektor Politik, Aparatur Negara, Penerangan, Komunikasi, dan Media Massa. Topik
yang paling jarang dibicarakan pemimpin tersebut adalah topik pembangunan ilmu
pengetahuan dan teknologi (IPTEK).
Ø Gaya Komunikasi
Gaya
komunikasi Soeharto tergolong High context, : banyak kepura-puraan (impression
management), tidak to the point dan sangat santun. Komunikasi Soeharto penuh
simbol, tertib, satu arah, singkat dan tidak bertele-tele. Bicara sedikit tapi
tiap katanya berbobot dan penuh non-verbal communication. Pemilihan kata dalam
komunikasinya halus, samar-samar, suaranya tidak keras, tapi bobotnya
terasa. Sehingga orang yang mendengarkannya
diharap dapat mengartikan sendiri apa
yang diucapkan. Kalau Pak Harto tidak
suka, dia tidak berkomentar namun akan bertindak. Dan ada bahasa-bahasa isyarat yang harus kita tahu sendiri bahwa
Pak Harto tidak berkenan. Dan apabila Pak Harto memerintah stafnya tidak pernah
secara jelas diutarakan dan semua tergantung penafsiran sendiri yang
mendengarnya.
⏩GAYA
KEPEMIMPINAN DAN KOMUNIKASI SOEHARTO ⏪
Artikel Saya Lainya Klik:
0 comments
Post a Comment